Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mengembalikan Tambang Freeport Kepada Rakyat

Oleh Ust Agus Siswanto
freeport harus dikelola sesuai hukum Islam

Pengantar
Kasus papa minta saham berakhir antiklimaks dengan pengunduran diri Setyo Novanto dari kursi Ketua DPR RI sesaat sebelum pembacaan putusan sidang MKD. Berkembang beragam analisis dibalik polemik pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam ‘renegosiasi’ perpanjangan kontrak karya tambang Freeport. Indonesia Resources Studies (IRESS) mengendus ada upaya mengaburkan kewajiban divestasi saham yang harus dilakukan PT Freeport Indonesia. Pasalnya, raksasa tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut seharusnya telah menyerahkan harga penawaran saham divestasi sebesar 10,64 %, sejak 14 Oktober 2015. Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda penawaran harga yang dilontarkan Freeport.
 
Kasus ini juga menunjukkan kuatnya pertarungan politis antara kubu KIH dan KMP diparlemen hingga persaingan antar geng pemburu ‘rente’. Pertarungan mafia besar migas antara geng Ari Soemarno (kakak kandung Menteri BUMN) dan kubu Reza Chalid diduga menjadi faktor pemicu. Di pihak lain, terlihat betapa Freeport berusaha melakukan segala cara untuk segera memastikan perpanjangan kontraknya dengan cara mengadudomba penguasa & rakyat negeri ini. Kegaduhan soal pencatutan nama Presiden dan Wapres itu pada tingkat tertentu seolah mengalihkan perhatian masyarakat dari persoalan sebenarnya, yaitu persoalan perpanjangan kontrak Freeport dan perampokan kekayaan alam milik rakyat.

Data & Fakta Kontrak Karya Tambang Freeport

Freeport adalah sebuah perusahaan terbatas  di bidang tambang, mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (AS). Freeport McMoRan menguasai 90,64 % saham PTFI dan  sisanya dikuasai oleh pemerintah Indonesia. Penguasaan saham tersebut sebesar 81,28% secara langsung dan 9,36% melalui anak perusahaannya PT Indocopper Investama.

PTFI mulai beroperasi tahun 1967. Namun sebelum tahun tersebut, sudah ada upaya penelitian tim geologi yang dipimpin oleh geolog Belanda pada tahun 1936. Tim tersebut menemukan singkapan batuan yang ditengarai mengandung mineral berharga. Laporan tim ini digunakan oleh tim eksplorasi Freeport untuk melakukan ekspedisi ke papua pada tahun 1960. Hasilnya adalah tambang tembaga di Erstberg yang menjadi tambang tembaga terbesar yang pernah ditemukan pada saat itu.
Freeport beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya (KK) yang ditandatangani pada tahun 1967 berdasarkan UU 11/1967 mengenai PMA. Berdasarkan KK ini, Freeport memperoleh konsesi penambangan di wilayah seluas 24,700 acres (±1.000 hektar). Masa berlaku KK pertama ini adalah 30 tahun. Kemudian pada tahun 1991, KK Freeport di perpanjang menjadi 30 tahun dengan opsi perpanjangan 2 kali @ 10 tahun. Jadi KK Freeport akan berakhir di tahun 2021 jika pemerintah tidak menyetujui usulan perpanjangan tersebut.

Operasional PT Freeport memang memberikan pemasukan kepada pemerintah Indonesia dalam bentuk royalti, pembagian deviden, dan pajak. Namun, di balik semua itu, operasional PT Freeport di Papua sebenarnya banyak merugikan negeri ini.
  • Kontrak Karya Freeport yang merugikan
Kerjasama pengelolaan tambang Freeport dilakukan melalui mekanisme kontrak karya. Terdapat perbedaan yang mendasar antara Kontrak Karya dan Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract, PSC) yang berlaku di industri minyak dan gas bumi. Perbedaan utama ada dalam kontrol manajemen. Dalam kontrak karya, pemerintah tidak mempunyai kontrol sama sekali dalam aspek manajemen dan operasional. Walaupun pemerintah memiliki saham, namun aspek manajemen dan operasional tidak berada dalam wewenangnya. Berbeda dengan PSC. Dalam kontrak jenis ini, kontrol manajemen dan operasional tetap ada di pemerintah sehingga, apapun yang dilakukan oleh kontraktor harus mendapatkan persetujuan pemerintah terlebih dahulu.

Perbedaan lain adalah karakteristik pengembalian ke negara. Dalam kontrak karya, negara memperoleh royalti yang besarnya ditentukan dari hasil produksi. Seluruh biaya menjadi tanggungan kontraktor. Sedangkan dalam PSC, seluruhnya adalah milik negara dan akan dibagi antara milik negara dan milik kontraktor setelah dikurangi biaya produksi.
  • Royalti yang rendah
Royalti yang dibayarkan kepada pemerintah sejak 1967 sampai 2014 sangat kecil. Untuk tembaga, royalti sebesar 1,5% dari harga jual (jika harga tembaga kurang dari US$ 0,9/pound) sampai 3,5% dari harga jual (jika harga US$ 1,1/pound). Untuk emas dan perak royalti ditetapkan sebesar 1% dari harga jual. Pada 2014, royalti emas menjadi 3,5 persen. Angka tersebut masih sangat kecil. Pasalnya royalti yang umum berlaku di dunia saat ini mencapai 7 persen.

Deviden untuk pemerintah juga sangat kecil. Total dividen yang diterima pemerintah dari Freeport sejak 1992-2011 hanya sebesar US$ 1,287 miliar. Demikian pula saham pemerintah di PT Freeport, hanya sekitar 9,36 persen. Itu artinya pada jangka waktu yang sama, PT Freeport menerima deviden US$ 12,87 miliar dolar alias 10 kali lipat daripada yang didapat pemerintah.
  • Kerusakan lingkungan
Operasional PT Freeport sejak awal sarat dengan masalah lingkungan. LSM Jatam pernah mengungkapkan, “Tanah adat 7 suku, di antaranya Amungme, diambil dan dihancurkan pada saat awal beroperasi PT Freeport. Limbah tailing PT Freeport telah menimbun sekitar 110 km2 wilayah estuari tercemar, sedangkan 20–40 km bentang Sungai Ajkwa beracun dan 133 km2 lahan subur terkubur. Saat periode banjir datang, kawasan-kawasan subur pun tercemar. Perubahan arah Sungai Ajkwa menyebabkan banjir, kehancuran hutan hujan tropis (21 km2), dan menyebabkan daerah yang semula kering menjadi rawa.

Di samping itu, kehidupan sosial warga Mimika pun terbawa rusak akibat budaya seks bebas orang-orang Amerika di sana. Akibatnya, Kota Mimika menjadi wilayah dengan potensi dan penderita HIV/AIDS tertinggi di Indonesia.
  • Potensi kerugian negara

Potensi kandungan mineral Ertsberg mencapai 50 juta ton bijih mineral. Dinas Pertambangan Papua menyebutkan cadangan Ertsberg sebanyak 35 juta ton, dengan kadar Cu 2,5 %. Jika diasumsikan harga rata-rata tembaga selama sekitar 20 tahun periode penambangan di Ertsberg adalah US$ 2000/ton, pendapatan yang dapat diraih dari seluruh potensi mineral tambang Ertsberg adalah (35 juta ton x 2000 US$ /ton) = US$ 70 miliar.

Perlu diingat bahwa selama periode Ertsberg, Freeport adalah perusahaan tertutup, dan smelter yang digunakan untuk memurnikan hasil tambangnya dilakukan di Jepang dan Amerika. Disamping itu, tambang Ertsberg juga menghasilkan emas yang diakui sebagai ”by product”, yang saat itu dijual oleh Freeport tanpa kontrol pemerintah. Dengan demikian, total nilai pendapatan yang telah dihasilkan oleh Freeport selama menambang Ertsberg diyakini lebih besar dari US$ 70 miliar.

Sementara itu, berdasarkan data-data yang ditampilkan pada Laporan Keuangan Freeport bulan Juni 2009, diketahui bahwa cadangan emas dan tembaga tambang Grasberg masing-masing sebesar 38,5 juta ons dan 35, 6 juta ton. Dengan harga rata-rata emas dan tembaga sepanjang periode tambang diasumsikan masing-masing sebesar 900US$ /ons, dan 5.000 US$ /ton, total potensi pendapatan emas tambang Grasberg adalah (38,5 juta ons X 900US$ /ons) = 34, 65 US$ miliar. Sedangkan total potensi pendapatan tembaga tambang Grasberg adalah (35, 6 juta ton X 5.000 US$/ ton) = 178 US$ miliar. Jika diasumsikan mineral yang ditambang hanya emas dan tembaga, total potensi pendapatan tambang Grasberg adalah sekitar US$ 212,65 miliar. Namun, karena adanya kandungan perak dan berbagai unsur mineral lainnya, total potensi pendapatan tambang Freeport dapat mencapai US$ 300 miliar atau sekitar Rp 4200 triliun.

Kapitalisme-Sekuleristik Penyebabnya

Penyerahan kekayaan alam kepada asing terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Sistem kapitalisme menjamin kebebasan individu termasuk dalam hal kepemilikan. Negara tidak mengakui konsep kepemilikan umum atas barang yang menjadi hajat hidup orang banyak termasuk barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya. Oleh karena itu, hak pengelolaan kekayaan alam seperti tambang Freeport diberikan kepada perusahaan swasta asing. Kepemilikan privat (individu) atas alat-alat produksi dan distribusi merupakan elemen paling pokok dari sistem kapitalis.

Sesuai dengan doktrin demokrasi, atas nama rakyat negara berwenang menentukan mekanisme pengelolaan kekayaan alam termasuk pemberian kontrak karya tambang Freeport kepada swasta atau asing. Wewenang itu dilegalkan melalui pembuatan peraturan dan UU. KK I Freeport disusun berdasarkan UU No 1/67 tentang Pertambangan dan UU No. 11/67 tentang PMA. KK ini memberikan hak kepada Freeport Sulphur Company melalui anak perusahaannya  Freeport Indonesia Incorporated (Freeport), untuk bertindak sebagai kontraktor tunggal dalam eksplorasi, ekploitasi, dan pemasaran tembaga Irian Jaya. Kontrak Karya II diperpanjang pada tahun 1991, padahal Kontrak Karya I baru berakhir pada tahun 1997 karena ditemukannya potensi cadangan baru yang sangat besar di Grasberg.

Dengan kekuatan uangnya, perusahaan ini juga bisa membeli apapun dan siapapun untuk mempertahankan kepentingannya. Banyaknya agen dan komprador yang bekerja untuk kepentingan asing telah membuat perusahaan ini bisa bercokol di negeri ini lebih dari 48 tahun menguras kekayaan alam di Papua.

Tambang Freeport Milik Rakyat

Semua sumber daya alam termasuk tambang Freeport merupakan pemberian Allah kepada manusia sebagai sarana memenuhi kebutuhannya. Allah SWT telah menjadikan segala kekayaan alam agar dimanfaatkan manusia dalam rangka mengabdi dan menjalankan perintah Allah SWT. Allah SWT berfirman:


هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu …”.(Q.S. Al-Baqarah [2]:29)

Dalam pandangan Islam, kekayaan alam seperti tambang Freeport dan Migas merupakan harta milik umum. Rasulullah SAW bersabda :

« الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِى ثَلاَثٍ : فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ» (رواه أحمد)
Rasûlullâh SAW bersabda :“Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang dan api” (H.R. Ahmad).

Abyadh bin Hamal ra. menuturkan bahwa:


أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ – قَالَ ابْنُ الْمُتَوَكِّلِ الَّذِى بِمَأْرِبَ – فَقَطَعَهُ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِى مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ. قَالَ فَانْتَزَعَ مِنْهُ

Ia pernah datang kepada Rasulullah saw. Ia meminta (tambang) garam—Ibn al-Mutawakkil berkata, “Yang ada di Ma’rib.” Lalu Rasul saw. memberikan tambang itu kepada Absyadh. Saat dia pergi, seseorang di majelis itu berkata, “Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan. Sesungguhnya Anda telah memberi dia (sesuatu laksana) air yang terus mengalir.” Ibn al-Mutawakkil berkata, “Rasul pun menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal) (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi dan al-Baihaqi)

Hadits-hadits ini menegaskan bahwa barang tambang termasuk tambang Freeport adalah harta milik umum karena termasuk barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya sehingga tidak boleh dimiliki oleh individu atau perusahaan tertentu. Karena itu, status tambang ini jelas merupakan milik umum, dan harus dikembalikan ke tangan rakyat.

Dalam pandangan Islam, kekayaan alam seperti tambang Freeport merupakan harta milik umum yang menguasai hajat hidup masyarakat harus dikelola oleh negara. Negara mewakili rakyat untuk melakukan eksplorasi serta mengelola hasilnya. Negara bukanlah sebagai pemilik atau yang menguasai kekayaan itu sehingga pemerintah tidak punya wewenang untuk menyerahkan kekayaan milik rakyat kepada swasta apalagi asing. Semua hasil bersihnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan publik berupa: kesehatan, pendidikan, keamanan, listrik, air, transportasi, dan kebutuhan umum lainnya.

Mengembalikan Tambang Freeport kepada Rakyat

Islam mengharamkan penguasaan pengelolaan tambang yang berlimpah oleh swasta apalagi asing. Karena itu pemberian ijin kepada swasta untuk menguasai pengelolaan tambang, termasuk perpanjangan ijin yang sudah ada, seperti kontrak karya dengan PT Freeport, jelas menyalahi Islam. Saat negeri ini dikelola dengan menyalahi ketentuan Islam yang berasal dari Allah SWT maka akibatnya adalah seperti yang ditegaskan oleh Allah SWT:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا
Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya bagi dia penghidupan yang sempit… (QS Thaha [20]: 124).

Kehidupan sempit itulah yang telah diderita oleh penduduk negeri ini. Bagaimana tidak, kekayaan alam tambang itu dikeruk oleh swasta asing. Hasilnya lebih banyak untuk kemakmuran mereka. Sebaliknya, rakyat kehilangan kekayaan mereka. Rakyat pun harus menanggung kerusakan dan dampak buruk akibat penguasaan kekayaan mereka oleh swasta asing. Oleh karena itu, untuk mengembalikan tambang Freeport kepada rakyat maka pemerintah harus memutuskan kontrak karya dengan PTFI.

Untuk mengakhiri kontrak karya dengan Freeport bukan masalah yang ringan karena terkait dengan perusahaan negara penjajah. Mereka akan melakukan berbagai cara untuk mempertahankan keberadaannya. Oleh karena itu, dibutuhkan penguasa yang berani mengambil keputusan dengan dukungan umat. Siapapun penguasa dalam negeri ini –yang berada dalam sistem kapitalisme sekuler– tidak akan pernah mampu untuk mengambil sikap tegas terhadap Freeport. Alih-alih memutuskan kontrak karya yang merugikan negara, justru mereka menjadi pelayan kepentingan asing melalui pelonggaran berbagai macam regulasi dan peraturan untuk menjamin kelangsungan investasi dan kontrak karya Freeport.

Diperlukan upaya yang masif dan terus-menerus dalam membangun dan meningkatkan kesadaran umat sehingga masyarakat mempunyai kesadaran ideologis (Islam). Kesadaran untuk menerapkan Islam secara sempurna termasuk dalam pengelolaan migas dan barang tambang.  Semua itu hanya akan terwujud melalui pemerintahan yang menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Hal itu hanya sempurna dijalankan melalui tegaknya sistem Khilafah. Khalifah dengan dukungan umat akan mampu mewujudkan kemandirian pengelolaan kekayaan alam.

Penutup
Semua masalah kebobrokan di atas adalah berakar dari diterapkannya sistem dan hukum Jahiliyah kapitalisme. Jika ingin keluar dari masalah ini maka tidak ada jalan lain kecuali dengan mencampakkan sistem dan hukum jahiliyah, lalu diganti dengan penerapan sistem dan syariah Islam secara total serta menyeluruh.


أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah SWT bagi orang-orang yang yakin?” (Q.S. Al-Mâidah [5]: 50)

Kekayaan alam mendesak untuk diselamatkan. Kemandirian harus segera diwujudkan melalui tegaknya sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Inilah yang mendesak untuk diwujudkan oleh kaum muslim negeri ini. WalLâh a’lam bi ash-shawâb.

Daftar bacaan

1 komentar untuk "Mengembalikan Tambang Freeport Kepada Rakyat"