Menyoal :“TERORIS” Sertifikat Halal Membunuh Bagi BNPT
Oleh: Harits Abu Ulya
Pemerhati Kontra-Terorisme
& Direktur CIIA –The Community Of Ideological Islamic Analyst-
Di tengah suhu
politik mulai memanas karena rencana kenaikan harga BBM, publik kembali dibuat
terkejut dengan tewasnya 5 orang ditangan Densus 88 pada hari minggu
(18/3/2012) di dua tempat yang berbeda di Jl Gunung Sapotan Denpasar dan di Jl
Danau Poso Sanur Denpasar. Tindakan Densus 88 mendapatkan pembenaran dari bos
BNPT (Ansyaad Mbai) usai melakukan rapat bersama Komisi III di gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Senin (19/3)."Kami tidak salah tembak dan kelima orang
tersebut benar-benar teroris," tegas Ansyaad.(RMOL 19/3/2012)
Dan 5 pelaku jaringan
teroris versi BNPT itu adalah HN (32) asal Bandung DPO perampokan CIMB Medan,
AG (30) warga Jimbaran. Keduanya disergap di kawasan Gunung Soputan. 3 Orang
lainnya yakni UH alias Kapten, Dd (27) asal Bandung, dan M alias Abu Hanif (30)
asal Makasar mereka disergap di kawasan Jalan Danau Poso.
Alasan kenapa 5 orang itu tewas, dikatakan
Boy Rafli Amar Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Senin (18/3/2012), karena
saat ditangkap melakukan perlawanan, sehingga terjadi saling baku tembak antara
teroris dengan Densus 88 Antiteror Polri.(Liputan6.com,19/3/2012)
Beberapa peristiwa
sebelumnya yang masih bisa dikait-kaitkan dengan isu terorisme juga muncul. Bom
pipa meledak di dekat pembangunan pesantren di Semarang, Jawa Tengah pada Kamis
(15/3/2012). Tepatnya Bom tersebut meledak di di Jalan Tamtama Barat IX, RT 8
RW 9, Kelurahan Jangli, Semarang.Tiga tukang bangunan menjadi korban luka. Imam
Sukayat adalah orang yang menemukan bom pipa sekaligus sebagai tersangka ternyata
hanya seorang yang lemah mental.
Di hari berikutnya
terjadi penembakan gereja di Indramayu terjadi pada Jumat (16/3/2012). Pelaku
menggunakan airsoft gun untuk menembaki gereja. Aksi penembakan ini
mengakibatkan kerugian materil berupa jendela kaca gereja yang pecah dan 2
Orang ditangkap terkait peristiwa ini.
Pada hari Senin malam
(19/3/2012) paska peristiwa di Bali, sebuah bom juga meledak di Tuban-Jatim,
tepatnya dibelakang rumah Ghofur (49) warga Desa Bangilan, Kecamatan Bangilan.
Ghofur dan istrinya Zairoh mengalami luka parah pada kaki akibat
ledakan.(korantempo,20/3/2012)
Melahirkan banyak pertanyaan
Menurut saya,
peristiwa diatas wajar kalau melahirkan banyak pertanyaan di benak publik.
Karena saya menangkap ada “gerakan aneh” meminjam istilah Pak SBY dengan
memunculkan kembali isu terorisme di saat suhu politik memanas karena rencana
kenaikan harga BBM. Berikut kita bisa
mendedah “gerakan aneh” tersebut;
Pertama; kenapa kasus terorisme terkesan dipakai untuk
memalingkan isu kenaikan BBM?. Pemerintah (Rezim SBY) dengan kalkulasi
intelijennya mengetahui persis, kali ini suhu politik mulai memanas karena
faktor rencana kenaikan BBM. Berbeda dengan skandal Century, kenaikan BBM
menyangkut perut rakyat dan tentu lebih sensitif melahirkan perlawanan dari
semua elemen.Sementara Century Gate adalah isu yang mengelitis dan tidak cukup
menjadi energi yang bisa meng-agitasi rakyat untuk bergerak melawan.Apalagi
pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait kenaikan BBM ada point yang menunjukkan
ketidakjujuran (bohong) kepada rakyat dengan argumentasi yang tidak transparan.
Wajar kalau kemudian perlu pengalihan isu dan mempengaruhi persepsi publik
terhadap persoalan ini. Terorisme masih bisa dijadikan sebagai instrument
pengalihan isu, sekalipun faktanya tidak begitu “laku” dan “menarik” bagi
publik. Masyarakat sudah sangat apatis terkait isu terorisme.
Kedua; satu dari 5 orang yang tewas adalah DPO kasus
perampokan Bank CIMB di Medan-Sumut. Dan mereka sudah dalam pantauan sebulan
sebelum eksekusi bahkan kapan mereka masuk ke Bali juga terpantau.
Pertanyaannya adalah, kalau menurut BNPT langkah pre-emptif itu adalah yang
terbaik kemudian kenapa harus di gerebek di Bali, kenapa tidak di pelabuhan
Ketapang-Banyuwangi? Ataukah cerita itu akan lebih menarik jika eksekusi
dilakukan di Bali, pas juga momentum jelang hari raya Nyepi? Maka pemilihan
waktu dan tempat terlihat ada maksud yang lebih besar dari sekedar menggrebek
dan menewaskan 5 orang terduga perampokan.
Ketiga; sebenarnya siapa yang punya otoritas di
Indonesia untuk menetapkan seseorang teroris atau bukan? BNPT dengan Densusnya
atau pengadilan dengan UU No 15 tahun 2003-nya? Kenapa demikian mudah BNPT
memvonis seorang itu pasti teroris? Kalau kembali belajar pada kasus perampokan
Bank CIMB, jika berangkat dari TKP maka yang terjadi adalah tindak pidana
criminal perampokan. Dan label teroris kemudian dilekatkan itu sudah sangat
politis. Bahkan nilai politisnya ini di paksakan, sehingga banyak ditemukan gap
dilapangan antara isu terorisme yang dikemas oleh Mabes Polri dengan
fakta-fakta dilapangan yang mengindikasikan bahwa tidak layak sama sekali
perampokan di cap sebagai aksi terorisme.Tidak ada kaitanya dengan motif “negara
Islam”, yang lebih dominan karena faktor ekonomi. Dan sangat naïf kalau
pengadilan membawa kasus kriminal ke ranah politik dan seorang dipaksa dengan
hukuman berdasarkan UU Terorisme No 15 tahun 2003.Aneh!
Kali ini, lima orang yang terkapar tewas
itu juga kena dampak logika paralel dari BNPT. Karena salah satu diantara
mereka adalah DPO “teroris CIMB”, maka mereka juga di cap teroris, di
tambah lagi dengan cerita empat orang sisanya masih terkait dengan jaringan
Solo-Tauhid wal Jihad-. Kalau obyektif berangkat dari TKP maka benar seperti
pernyatakan pihak Polda Bali, berbeda
dengan BNPT, Kabid Humas Polda Bali Kombes Hariadi mengatakan, kelima orang
yang tewas ditembak datang ke Bali bukanlah teroris. Melainkan murni
perampokan. Di sela olah tempat kejadian perkara, baru-baru ini, Hariadi
menegaskan, motif para pelaku adalah murni tindakan kriminal perampokan. Mereka
bakal beraksi di kawasan Kuta dan Uluwatu.(Liputan6.com, 19/3/2012)
Dalam kasus yang senada, kenapa orang
yang dicurigai hendak korupsi tidak di
eksekusi saja? Kenapa para preman yang diduga dan dicurigai bakal membuat
banyak onar dan kejahatan (criminal) tidak di eksekusi saja?, Ini baru di duga
mau merampok saja bisa.
Keempat; nasib 5 orang itu tidak semujur John
Key (bos preman), dia hanya dilumpuhkan dengan tembakan di bagian kaki.
Tapi berbeda dengan kasus orang yang di cap teroris, sekalipun menurut sumber
tunggal dari pihak aparat Polri bahwa mereka melawan saat penggrebekan bukan
berarti itu juga menjadi legitimasi halal membunuh mereka. Apalagi kalau 5
orang tersebut hanya memegang 2 pucuk senjata Gun (pistol), artinya 3 orang
sisanya tidak memiliki potensi untuk melawan dengan menembak aparat. Bom juga
tidak ditemukan.Bukankah Densus 88 sudah cukup terlatih dan tidak sulit kalau
targetnya harus dilumpuhkan? Tidak perlu di tembak hingga tewas. Harimau yang
lepas dari kandang saja dengan tembakan bius dalam kadar yang tinggi bisa
melumpuhkan keganasanya, kenapa ini tidak dilakukan. Tapi seolah-olah order
dari bos Densus 88 mereka harus mati. Lebih konyol lagi setelah mereka tewas
dan tidak bisa lagi di konfirmasi kemudian BNPT membuat tuduhan-tuduhan yang
sangat sumir. Mereka pasti terorislah, mereka terkait JAT lah, dan kemudian
mengajukan rencana dan agenda-agenda BNPT berikutnya kepada DPR.
Kelima; orang-orang yang tewas dari kelompok yang
dicap teroris sudah 56 orang, bahkan angka akan terus bergerak. Dan sekarang
ditambah dengan 5 orang, sementara yang mati dengan prosedur pengadilan dalam
kasus terorisme hanya Amrozi, Imam Samudra dan Mukhlas. Diluar itu termasuk 5
orang yang baru tewas masuk dalam katagori exstra judicial killing,
dan ini pelanggaran serius terhadap HAM. Asas praduga tidak bersalah dilempar
ditong sampah, tidak berlaku untuk teroris. Orang hanya baru di duga, disangka
berdasarkan laporan awal intelijen atau bahkan hanya karena asumsi bisa tewas
ditangan Densus 88 karena alasan utamanya adalah teroris. Dan sekarang menimpa
kepada 5 orang dan dengan alasan yang sangat konyol. Mereka di duga hendak
merampok, dia di duga hendak membuat teror diberbagai tempat di Bali, dia
diduga hendak membuat bom dari hasil rampokannya, dan semua itu belum pernah
terjadi bahkan juga belum pernah di buktikan di depan pengadilan. Tapi karena
mereka adalah “teroris” dan dengan alasan pre-emptif menjadi “halal” untuk di
ambil nyawanya. Dan ini adalah kejahatan yang di legalkan, dan ini adalah
kejahatan yang di diamkan, bahkan nyaris tidak terdengar kritik yang datang dari wakil rakyat atau
penggiat HAM atas tindakan-tindakan “teroris” ala BNPT ini.Kalau ingatan kita
kembali pada masa reformasi ada “tim Mawar” yang di adili bahkan menjadikan
Letjen Prabowo di pecat dengan tidak hormat, sekarang sebenar-benarnya tindakan
aparat dalam isu teorisme sudah lebih dari apa yang dilakukan “tim Mawar”.
Maka menjadi aneh
kalau menangani 5 orang tersebut dengan target tewas. Saya menduga kuat, karena
order dari Bos orang-orang yang dilapangan memang seperti itu. Karena orang
dilapangan terkait nyawa orang tidak begitu mudahnya mempunyai kewenangan
menjadi malaikat pencabut nyawa dengan hanya berdasarkan asumsi dalam kondisi
bahaya. Dunia saat ini menyaksikan BNPT seolah-olah mendapat sertifikat halal
untuk membunuh siapapun kalau mereka dapat lebel teroris. Dan kasus ini tidak
jauh berbeda dengan Amerika yang hancurkan sebuah negara dan membunuh ribuan
orang hanya karena alasan perang melawan terorisme. Dan tidak kalah biadapnya dengan
kelakuan persis Zionis Israil yang suka menumpahkan darah orang-orang
Palestina.
Seharusnya
kontra-terorisme ala BNPT perlu di evaluasi secara serius, bukan malah DPR
melalui komisi III merespon rencana BNPT dengan ajuan anggaran yang
totalnya 327 miliar rupiah. BNPT meminta gedung baru senilai Rp 210
miliar dan dapat direalisasikan dalam APBNP 2012.Selain itu BNPT juga mengusulkan
pembuatan pusat latihan antiteror BNPT dengan anggaran Rp 3,9 miliar. Tak hanya
itu, BNPT juga mengajukan anggaran pengadaan peralatan IT. Dalam rangka
meningkatkan mutu satgas operasional dan penindakan BNPT senilai Rp 105 miliar.
Kapan negeri ini betul-betul kuncup keadilan? Kalau negara Indonesia katanya
negara hukum, lantas apa yang disaksikan public hari ini apa bisa dibilang
negara hukum? Atau mungkin lebih tepat adalah negara “rimba”, yang kuat yang
menang. Yang punya duit dan kekuasaan bisa mendapatkan keadilan versi
mereka.Yang miskin, orang kecil, orang yang di tuduh teroris menjadi seperti
“sampah” yang tidak berharga. Subhanallah…wallahu a’lam
Posting Komentar untuk "Menyoal :“TERORIS” Sertifikat Halal Membunuh Bagi BNPT"