Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kata Mutiara Penyejuk Jiwa (1)

  1. Abdullah ibn Mas’ud berkata: “Janganlah salah seorang di antara kalian bersikap im’ah!” Mereka bertanya: “Im’ah itu apa wahai Abu Abdirrahman? Beliau berkata: Jika seorang mengatakan, Aku selalu mengikuti orang; jika mereka mendapat hidayah, akupun mendapatkannya; jika mereka tersesat, aku pun sama. Hendaknya kalian meneguhkan dirinya; jika orang menjadi kafir  dia tidak ikut kufur.” [Abu Nu'man, Hilyatu al-Auliya', 171]
  2. Al Harits bin Hauth berkata kepada Ali: “Apakah Anda mengira, kami menganggap Thalhah dan az-Zubair berada dalam kebathilan (saat Perang Jamal)? Maka ALi radhiya-Llahu ‘anhu menjawab: Wahai Harits (tampaknya) itu masih kabur bagimu. Sesungguhnya kebenaran tidak diketahui dari tokoh (rijal)-nya, tetapi kenalilah kebenaran itu sendiri, maka kamu akan mengetahui orangnya.” (Al Qurthubi, al-Jami’, Juz I/340)
  3. Imam Ahmad berkata: Ketika Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW, Allah SWT mengutusnya dengan manhaj yang lurus dan adab yang bagus. Para sahabatnya dan tabi’in pun mengikuti jalannya. Kemudian masuk penyakit dan bid’ah. Betapa banyak penguasa yang bekerja dengan hawa nafsu dan pandangannya, bukan dengan ilmu. Lalu mereka sebut itu sebagai politik. Padahal, politik itu adalah syariah. [al-Maqdisi, al-Furu’, juz VI/425]
  4. Amal yang tidak ikhlas, dan tidak mengikuti tuntunan (Nabi SAW), bagaikan seorang musafir yang bepergian, kantongnya penuh dengan kerikil, memberatkan dirinya, tetapi tidak memberikan manfaat apapun kepadanya [Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, al-Fawaid, hal. 30.]
  5. Abu Ubaidah menasihati ‘Umar: Wahai Amir al-Mu’minin, Anda akan bertemu dengan para pemuka masyarakat, sementara apa yang tampak (pada penampilan Anda) kurang bagus. Amir al-Mu’minin, Umar bin Khatthab, balik menasihati Abu Ubaidah al-Jarrah: Allah telah memuliakan kamu dengan Islam, maka kalau kamu mencari kemuliaan pada yang lain, pasti Dia akan menghinakan kamu [Ibn al-Jauzi, Shaid al-Khathir, 138.]
  6. Abu Zakaria al-Anbari berkata: Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu bakar. Adab tanpa ilmu bagaikan ruh tanpa jasad (Imam as-Sam’ani, Adab al-Imla’ wa al-Istimla’; al-Khathib al-Baghdadi, Kitab al-Jami’, juz I, hal 17). Maka, ilmu dan adab harus menyatu dalam diri Muslim, dan semestinya semakin berilmu, harus semakin beradab.
  7. Imam Abu Hanifah pernah memberi nasihat kepada anak kecil: “Hati-hatilah, agar kamu tidak jatuh ke lumpur.” Anak kecil itupun membalas nasihat Imam besar itu dengan nasihat: “Hati-hatilah Anda, agar Anda juga tidak terjatuh, karena kalau orang alim yang jatuh bisa membuat dunia pun jatuh.” Setelah itu, beliau pun tidak berani mengeluarkan fatwa, kecuali setelah mempelajarinya selama sebulan penuh dengan murid-muridnya (Ibn ‘Abidin, Muqaddimah Hasyiyah Ibn ‘Abidin)
  8. Orang berakal adalah yang tidak panjang angan-angannya. Karena, siapa saja yang kuat angan-angannya, maka amalnya lemah. Siapa saja yang dijemput ajalnya, maka angan-angannya pun tidak ada gunanya. Orang berakal tidak akan meninggal tanpa bekal; berdebat tanpa hujah dan berbenturan tanpa kekuatan. Dengan akal, jiwa akan hidup; hati akan terang; urusan akan berjalan dan dunia akan berjalan. (Ibn Hayyan al-Basti, Raudhatu al-’Uqala’ wa Nuzhatu al-Fudhala’)
  9. Sayyidina ‘Ali –Karramallahu wajhah– berkata: Jika (seseorang) sempurna akalnya, maka ia akan sedikit bicaranya...Bagi orang berakal, lisan (omongan)-nya berada di belakang akalnya. Namun bagi orang bodoh, akal (pikiran/hati)-nya berada di belakang lisannya…Lisan itu bagaikan serigala, jika bisa selamat darinya, maka akan selamat...Akal akan menjaga pengalaman dan sebaik-baik pengalamanmu adalah apa yang bisa memberimu pelajaran.
  10. Al-Fudhail bin Iyadh berkata, Anda meminta surga kepada-Nya, sementara Anda menghadap-Nya dengan membawa sesuatu yang Dia benci. Aku tidak melihat orang yang begitu minim memperhatikan dirinya, ketimbang Anda. Ma’ruf al-Karkhi berkata, tanda kebencian Allah Azza wa Jalla kepada hamba-Nya adalah ketika Dia melihatnya sibuk dengan perkara yang tidak ada gunanya. [Imam an-Nawawi, Bustanu al-’Arifin, hal. 129.]
  11. Sebaik-baik perkara adalah membekali diri dengan ilmu. Jika seseorang merasa cukup dengan apa yang diketahuinya, maka dia telah diperbudak oleh pikiran (pandangan)-nya. Akhirnya, dia pun begitu mengagungkan dirinya, sehingga menghalanginya untuk belajar kepada orang lain. Padahal, dengan saling belajar, akan tampak kesalahan (dan kekurangan)-nya. [Ibn Jauzi, Shaid al-Khathir, hal 62.]
  12. LETAKKANLAH KEMATIAN DI DEPAN MATAMU! Wajib bagi orang yang berakal, menyiapkan bekal untuk perjalanannya. Karena dia tidak tahu kapan keputusan Tuhannya (kematian) akan megejutkannya. Dia juga tidak tahu, kapan akan dipanggil? Orang berakal adalah orang yang memberikan tiap kesempatan kepada haknya. Jika diserang oleh kematian, diapun tampak siap. Dan jika dia meraih impiannya, itu akan menambah kebaikan. [Ibn al-Jauzi, Shaid al-Khathir, hal. 4.]
  13. Jika Anda ingin mendapatkan manfaat dari al-Quran, maka satukan kalbumu ketika membaca dan mendengarkannya. Tautkanlah pendengaranmu. Hadirkanlah kehadiran Dzat yang menyerunya, yaitu Allah SWT yang menitahkannya, karena al-Quran adalah seruan dari-Nya kepada Anda, melalui lisan Rasulullah SAW: (Sesungguhnya dalam hal itu ada peringatan bagi siapa saja yang mempunyai hati.. [Q.s. Qaf: 37]) [Ibn al-Qayyim, al-Fawaid, hal. 2.]
  14. Hati bisa sakit layaknya badan. Namun akan sembuh jika bertaubat dan bersemangat. Hati bisa galau layaknya kilauan cermin, dan bisa diredam dengan dzikir. Hati pun bisa telanjang seperti badan dan hiasannya adalah takwa. Hati pun bisa dahaga dan lapar, seperti badan, dan minumannya adalah makrifat (mengenal Allah), mencintai-Nya, tawakkal dan kembali kepada-Nya, serta mengabdi untuk-Nya. [Ibn al-Qayyim, al-Fawaid, hal 64.]
  15. Syaikh Islam, Ibnu Taimiyah berkata: Aneh sekali, ketika orang mudah menjaga diri dari memakan makanan haram, berbuat zalim, mencuri, minum khamer, melihat perkara yang diharamkan, dsb; tetapi, dia sulit menjaga gerakan lisannya, sehingga Anda melihat orang yang beragama, zuhud dan ahli ibadah, tetapi ucapannya dimurkai Allah, dan dia tidak peduli... Berapa banyak Anda lihat, orang wara’ dari perkara keji dan zalim, sementara lisannya lancang menebar kebohongan terhadap orang yang hidup dan mati, tapi dia tidak hirau terhadap apa yang diomongkan.
  16. Rasulullah SAW bersabda: “Shalat Dhuha akan mendatangkan rizki dan mencegah kefakiran“. Beliau juga “berpesan kepada Abu Hurairah: “Perintahkanlah keluargamu shalat, karena Allah akan mendatangkan rizkimu dr jalan yang tidak terduga” Juga berpesan: "Siapa saja yang melanggengkan istighfar, Allah akan menjadikan kemudahan dalam setiap kesulitan, jalan keluar dalam setiap kesempitan dan memberinya rizki dengan tak terduga."[Jamaluddin, an-Nurain fi Ishlah ad-Darain, hal 1.]
  17. Jangan remehkan sedikitpun pekerjaanmu dengan mlaksanakannya esok. Segeralah kerjakan hari ini, meski itu kecil. Karena sekecil-kecil pekerjaan, jika terakumulasi akan menjadi banyak. Boleh jadi saat itu Anda dalam kondisi lemah, sehingga semuanya tidak terlaksana. Jangan remehkan sesuatu yang Anda harap bisa menambah neraca kebaikan Anda di Hari Kiamat. Jika Anda bisa, segera kerjakan sekarang, meski itu kecil. Jika tidak, boleh jadi banyak hal akan menghalangi Anda dan kalau perkara itu sudah terakumulasi, maka ia justru akan melemparkan Anda ke neraka (Ibn Hazem, al-Akhlaq wa as-Siyar, juz I, hal 6).
  18. La ‘alima an-naqishu naqshahu lakana kamilan, wa la yakhlu makhluq min ‘aibin. Fa as-sa’idu man qallat ‘uyubuhu wa daqqat. Jika orang yang serba kurang mengetahui kekurangannya, pasti dia akan menjadi sempurna, dan ternyata tak ada satu makhluk pun tanpa aib [cela]. Maka, orang yang berbahagia adalah orang yang sedikit dan minim sekali aibnya) [Ibn Hazem, al-Akhlaq wa as-Siyar, juz I, hal 6.]
  19. Manusia wajib mengetahui kebaikan (ta’allum al-khair) dan melaksanakannya. Siapa saja yang mengumpulkan keduanya, dia telah memiliki dua kemuliaan sekaligus. Siapa saja yang mengetahui kebaikan, tapi tidak melaksanakannya, maka dia baik dalam pengetahuan, tapi buruk dalam perbuatan.Orang seperti ini telah mencampurkan antara amal shalih dan keburukan.Meski dia lebih baik daripada orang yg tidak tahu dan tidak melakukan kebaikan.Orang seperti ini tidak memiliki sedikit pun kebaikan.Tapi dia masih mending ketimbang orang melarang orang lain mempelajari kebaikan dan menghalang-halangi melaksanakannya.  [Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, juz I, hal 26.]

Posting Komentar untuk "Kata Mutiara Penyejuk Jiwa (1)"