Rayah dan Liwa, Warna dan Tulisannya
Pertanyaan kepada Syaikh Ata Bin Khalil Abu Rusytah (Amir HT) melalui Fanspage FB Beliau
Ada pertanyaan berikut dari salah
seorang syabab, saya sampaikan kepada Anda teksnya:
Assalamu a‘laikum wa rahmatullah wa
barakatuhu… Banyak perdebatan di sini di Suria seputar Rayah Rasulullah saw …
dan banyak terdapat perbedaaan pendapat … Diantaranya pertanyaan yang
disampaikan kepada “Hay`ah asy-Syâm al-Islâmiyyah” di situsnya dengan judul:
“apakah ada rayah tertentu yang wajib dipegangi oleh orang-orang Suria?”
Di dalam jawabannya disebutkan: (tidak
ada dari Rasulullah saw satu warna atau satu bentuk untuk rayah Hizb. Telah
terbukti bahwa Nabi saw rayah beliau berwarna hitam. Kadang berwarna putih. Dan
dikatakan juga kuning… Tidak terbukti bahwa Rasulullah saw menuliskan sesuatu
di rayah-rayah itu seperti yang jadi anggapan sebagian mutaakhirin. Apa yang
dinyatakan dari Ibn Abbas bahwa rayah Nabi saw disitu tertulis: “lâ ilaha illâ
Allah Muhammad Rasûlullâh” maka itu adalah hadits yang batil seperti yang
dikatakan oleh para ulama), selesai.
Saya mohon jawaban seputar masalah ini
dan semoga Allah memberi balasan yang lebih baik kepada Anda.
Jawab:
Pertama: warna al-liwa dan ar-rayah, dalil-dalil syara’ yang sahih dan hasan yang dinyatakan menunjukkan bahwa
al-liwa’ berwarna putih dan ar-rayah berwarna hitam. Diantara dalil-dalil itu
adalah:
1. An-Nasai telah mengeluarkan di dalam Sunan al-Kubra, dan at-Tirmidzi dari
Jabir:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «دَخَلَ مَكَّةَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضُ»
Bahwa Nabi saw masuk
ke Mekah dan al-liwa’ beliau berwarna putih
Ibn Abi Syaibah di Mushannaf telah
mengeluarkan dari ‘Amrah ia berkata:
«كَانَ لِوَاءُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْيَضَ»
Liwa’ Rasulullah
saw berwarna putih
2. Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasai di Sunan al-Kubra, ketiganya telah
mengeluarkan dari Yunus bin Ubaid maula Muhammad bin al-Qasim, ia berkata:
Muhammad bin al-Qasim mengutusku kepada al-Bara’ bin ‘Azib bertanya kepadanya
tentang rayah Rasulullah saw seperti apa? Maka al-Bara’ bin ‘Azib berkata:
«كَانَتْ سَوْدَاءَ مُرَبَّعَةً مِنْ نَمِرَةٍ»
Rayah Rasulullah
saw berwarna hitam persegi empat terbuat dari namirah
3. At-Tirmidzi dan Ibn Majah telah mengeluarkan dari Ibn Abbas ra, ia
berkata:
«كَانَتْ رَايَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوْدَاءَ، وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضَ»
Rayah Rasulullah
saw berwarna hitam dan liwa’ beliau berwarna putih
Al-Baghawi telah mengeluarkan di Syarh
as-Sunnah dari ‘Amrah, ia berkata:
«كَانَ لِوَاءُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَبْيَضَ، وَكَانَتْ رَايَتُهُ سَوْدَاءَ...»
Liwa’ Rasulullah
saw berwarna putih dan rayah beliau berwarna hitam
Kedua, sedangkan apa yang dinyatakan bahwa rayah Nabi saw berwarna
kuning seperti yang ada di dalam hadits Abu
Dawud dan al-Baihaqi maka di situ ada persoalan di sanadnya. Hadits tersebut
seperti berikut:
حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ، حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ
قُتَيْبَةَ الشَّعِيرِيُّ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ سِمَاكٍ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ
قَوْمِهِ، عَنْ آخَرَ مِنْهُمْ قَالَ: رَأَيْتُ «رَايَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَفْرَاءَ»
‘Uqbah bin Mukrim
telah menceritakan kepadaku, Salmu bin Qutaibah asy-Sya’iri telah menceritakan
kepadaku, dari Syu’bah dari Simak dari seorang laki-laki dari kaumnya dari
orang lain diantara mereka, ia berkata: aku melihat “rayah Rasulullah saw
berwarna kuning
Seperti yang Anda lihat, hadits tersebut
di dalam sanadnya ada dua orang yang majhul, dan hadits tersebut dha’if.
Ketiga, sedangkan apa yang diriwayatkan bahwa (rayah Ali ra pada
perang Shifin berwarna merah) disitu tertulis:
Muhammad Rasûlullâh, dan Ali juga memiliki rayah berwarna hitam) maka jelas
bahwa itu bukan merupakan hadits dari Rasulullah saw, akan tetapi itu merupakan
perbuatan sahabat. Terlebih lagi, bahwa riwayat itu sendiri juga mengatakan
(dan ia juga memiliki rayah berwarna hitam). Sebagaimana sudah diketahui bahwa
yang dijadikan sandaran adalah hadits Rasulullah saw.
Keempat: ini tentang warna rayah Rasulullah dan warna liwa’
beliau. Yakni rayah resmi yang menjadi sandaran
negara, demikian juga liwa’ beliau…
Sedangkan bahwa beberapa kabilah
mengambil rayah (panji) dengan warna khusus kabilah itu di dalam peperangan
untuk pembeda maka itu boleh. Mungkin saja pasukan Syam di perang mengambil
rayah berwarna lain bersama dengan rayah berwarna hitam, dan pasukan Mesir
mengambil warna lain bersama rayah warna hitam … Ini adalah bagian dari hal
mubah. Dinyatakan dalam riwayat ath-Thabarani di Mu’jam al-Kabîr dari
Mazidah al-‘Abdi yang mengatakan:
«إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَقَدَ رَايَاتِ الْأَنْصَارِ فَجَعَلَهُنَّ صُفَرًا»
Nabi saw
menyerahkan rayah kaum Anshar dan beliau tetapkan berwarna kuning
Demikian juga dinyatakan riwayat Ibn Abi
‘Ashim di al-âhâd wa al-Matsânî dari Kurzu bin Samah ia berkata:
«...وَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَقَدَ رَايَةَ بَنِي
سُلَيْمٍ حَمْرَاءَ»
… dan bahwa Nabi
saw menyerahkan rayah Bani Sulaim berwarna merah
Ini termasuk kemubahan. Pasukan-pasukan
saat ini brigade-brigadenya mengambil badge (simbol) yang membedakannya dari
bendera negara resmi. Juga termasuk kemubahan pembedaan pasukan dengan
nama-namanya, seperti untuk setiap pasukan diberi nomor. Sehingga dikatakan:
pasukan pertama, pasukan ketiga, atau disebut dengan nama wilayah, atau ‘imalah
sehingga dikatakan pasukan Syam, pasukan Aleppo, misalnya.
Kelima, adapun tulisan di rayah dan liwa’, ath-Thabarani telah mengeluarkan di Mu’jam al-Awsâth: Ahmad bin
Risydin telah menceritakan kepadaku, ia berkata: Abdul Ghafar bin Dawud Abu
Shalih al-Harrani telah menceritakan kepadaku, ia berkata: Hayyan bin
‘Ubaidullah telah menceritakan kepadaku, ia berkata: Abu Mujliz Lahiq bin
Humaid telah menceritakan kepadaku dari Ibn Abbas, ia berkata:
«كَانَتْ رَايَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضُ، مَكْتُوبٌ عَلَيْهِ: لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ»
Rayah Rasulullah saw berwarna hitam dan liwa’
beliau berwarna putih, tertulis diatasnya: lâ ilaha illâ Allâh Muhammad
Rasûlullâh
Hadits ini tidak diriwayatkan dari Ibn
Abbas kecuali dengan sanad ini, menyendiri dengan sanad ini Hayyan bin
Ubaidullah.
Hayyan bin Ubaidullah telah
diperselisihkan dalam pentsiqahannya:
a. Ibn Hibban menyebutkannya termasuk tsiqah di dalam kitabnya ats-Tsiqât (VI.230):
(7491 – Hayyan bin Ubaidullah Abu Zuhair maula Bani ‘Adi meriwayatkan dari Abu Mujliz dan bapaknya. Muslim bin Ibrahim dan Musa bin Ismail meriwayatkan darinya.)
b. Adz-Dzahabi menyebutkannya di kitabnya Mizân al-I’tidâl (I/623):
(2388 – Hayyan bin Ubaidullah Abu Zuhair, seorang syaikh Bashriy dari Abu Mujliz. Al-Bukhari berkata: ash-Shaltu menyebutkan darinya percampuran (ikhtilâth).
Ash-Shaltu adalah bin Muhammad Abu Humam, Abu al-Hajaj al-Mazi menyebutkan di kitabnya Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ`i ar-Rijâl (II/79): Abu Humam ash-Shaltu bin Muhammad al-Khariki dinisbatkan kepada Kharik satu pulau di teluk arab dekat Amman, al-Bukhari meriwayatkan untuknya di ash-Shahîh.
Disebabkan ikhtilath (kerancuan) pada
masa tuanya ini maka al-‘Uqailiy menilainya termasuk adh-dhu’afâ’ (perawi
dha’if) di kitabnya adh-Dhu’afâ` al-Kabîr
(I/319) dimana ia berkata:
Hayyan bin Ubaidullah Abu Zuhair Bashriy … Adam bin Musa telah menceritakan kepadaku ia berkata, aku mendengar al-Bukhari berkata: Hayyan bin Ubaidullah Abu Zuhair ash-Shaltu menyebutkan tentangnya ikhtilath …
Adz-Dzahabi mengatakan tentangnya di
kitabnya al-Mughnî fî adh-Dhu’afâ`
(I/198): Hayyan bin Ubaidullah Abu Zuhair al-Bashriy dari Abu Mujliz bukanlah
hujjah (laysa bi hujjah).
Begitulah, dia diperselisihkan. Disitu
ada yang menjadikannya termasuk perawi tsiqah dan yang lain menjadikannya
termasuk perawi dha’if sebab ia rancu pada masa tuanya. Tampaknya bahwa karena
usia tuanya maka terlihat darinya ikhtilath. Meski demikian maka topik
yang kita bicarakan adalah penulisan Lâ ilaha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh di
ar-rayah dan al-liwa’, dan ikhtilath tidak membahayakan dalam penulisan ini,
khususnya bahwa antara dia dan Rasul saw ada dua orang perawi di dalam sanad
yang keduanya tsiqah: Abu Mujliz Lahiq bin Humaid dan Ibn Abbas. Oleh karena
itu kami telah mengadopsi penulisan dua kalimat syahadat di ar-rayah dan
al-liwa’.
15 Syawal 1433
1 September 2012
Posting Komentar untuk "Rayah dan Liwa, Warna dan Tulisannya"