Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Ramadhan, Bulan Perjuangan & Kemenangan

Alhamdulillah kita disampaikan pada bulan Ramadhan 1434 H. Para pendahulu kita, generasi kaum Muslimin terdahulu, senantiasa menggiatkan amal shalih, jihad dan perjuangan di bulan Ramadhan. Ramadhan akhirnya menjadi bulan perjuangan dan kemenangan.

Sejarah menunjukkan, kaum Muslimin sejak masa Rasul SAW banyak melakukan jihad dan perjuangan di bulan Ramadhan. Berbagai kemenangan besar dan gemilang juga dikaruniakan oleh Allah kepada kaum Muslimin pada bulan Ramadhan, kemenangan-kemenangan yang mengubah jalannya sejarah peradaban umat manusia. Kewajiban puasa Ramadhan diturunkan oleh Allah pada bulan Sya’ban tahun ke-2 H. Sebulan kemudian Rasul dan para sahabat menunaikan kewajiban puasa Ramadhan untuk pertama kalinya. 
  • Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H itulah di medan perang Badar al-Kubra, Rasul dan para sahabat yang berjumlah 315 orang berperang melawan pasukan Quraisy yang berjumlah sekitar 1.000 orang. Allah menganugerahkan kemenangan kepada kaum Muslimin dalam perang itu.
  • Pada Ramadhan tahun ke-5 H, dilakukan persiapan perang Khandaq atau perang Ahzab melawan pasukan sekutu antara Quraisy dan Ghathafan.
     
  • Pada tanggal 20 Ramadhan 8 H, Rasulullah SAW dan para sahabat berhasil membebaskan Mekah. Pada bulan Ramadhan itulah, Ka’bah, Mekah dan sekitarnya dibersihkan dari berhala dan kesyirikan. 
  • Pada Ramadhan 9 H, Rasul dan para sahabat melakukan perang Tabuk. Pada bulan itu pula, utusan Bani Tsaqif di Thaif datang menghadap Rasul SAW menyatakan keislaman mereka. 
  • Pada Ramadhan 10 H, Rasul SAW mengutus Ali bin Abi Thalib membawa surat dan menyampaikan dakwah ke Yaman khususnya kepada Bani Hamdan dan dalam satu hari, penduduk Bani Hamdan menyatakan keislaman mereka.

Daftar perjuangan dan jihad serta kemenangan kaum Muslimin setelah masa Rasul masih panjang. 
  • Pada Ramadhan 15 H, kaum Muslimin dipimpin Sa’ad bin Abi Waqash meraih kemenangan di perang Qadisiyah melawan pasukan jenderal Persia, Rustum, dan menjadi pintu pembebasan ibukota Persia al-Madain dan seluruh Persia. 
  • Pada 14 Ramadhan 31 H, kaum Muslimin dipimpin oleh al-Mutsanna meraih kemenangan di perang al-Buwaib “dekat kota Kufah saat ini”. 
  • Pada Ramadhan 92 H, Thariq bin Ziyad bersama pasukan kaum Muslimin berhasil membebaskan Andalusia (Spanyol). 
  • Lalu, pada Ramadhan 223 H, Khalifah al-Mu’tasim Billah menjawab teriakan minta tolong seorang muslimah yang dinodai pasukan Romawi dan Amuriyah, benteng pertahanan terkuat Romawi Bizantium di Asia kecil pun dibebaskan. 
  • Berikutnya, pada 25 Ramadhan 658 H, kaum Muslimin dipimpin oleh Saifuddin Qutus berhasil mengalahkan Tatar dalam perang ‘Ayn Jalut. 
  • Dan para Ramadhan 791 H, kaum Muslimin berhasil membebaskan Bosnia Herzegovina. Dan masih banyak daftar jihad, perjuangan dan kemenangan yang diperoleh kaum Muslimin di bulan Ramadhan.

Namun harus diingat, jihad yang dilakukan kaum Muslimin bukanlah demi menaklukkan wilayah dan mengeksploitasi penduduknya. Akan tetapi, visi Jihad itu adalah seperti yang dikatakan oleh Rib’i bin Amir ketika ditanya jenderal Persia Rustum tentang motivasi kaum Muslimin berjihad hingga ke Persia. Rib’i bin Amir menjawab, “Kami datang diutus Allah untuk membebaskan manusia dari kezaliman agama-agama selain Islam menuju keadilan Islam dan mengeluarkan manusia dari kegelapan kekufuran menuju cahaya Islam”. Jihad itu tidak lain adalah agar suatu wilayah dan penduduknya diatur dan dihukumi dengan hukum-hukum Islam. Dengan kata lain, jihad dan perjuangan Rasul SAW beserta para sahabat dan kaum Muslimin adalah dalam rangka mewujudkan penerapan Islam dan hukum-hukumnya di atas muka bumi ini.

Perjuangan: Jalan Taqarrub kepada Allah

Selama Ramadhan setiap bentuk taqarrub kepada Allah akan diberi ganjaran berlipat-lipat ganda. Amal taqarrub itu amat banyak bentuknya. Karenanya tentu harus ada yang diutamakan dibanding yang lain. Untuk itu, Allah SWT memberikan panduan di dalam sebuah hadits Qudsi. Allah SWT berfirman:

« … وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ… »

Dan tidaklah hambaKu bertaqarub kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku fardhukan atasnya, dan hambaKu terus bertaqarrub kepadaKu dengan amal-amal nawafil hingga Aku mencintainya … (HR Bukhari, Ibn Hibban dan al-Baihaqi)

Jadi taqarrub kepada Allah itu dilakukan dengan melaksanakan berbagai amal fardhu, dan menambahnya dengan amal-amal sunnah. Tentu, amal-amal fardhu harus diprioritaskan. Ibn Hajar al-‘Ashqalani menyatakan di Fath al-Bârî, sebagian ulama besar mengatakan bahwa “siapa yang fardhu lebih menyibukkan dia dari nafilah maka dimaafkan, sebaliknya siapa yang nafilah menyibukkan dia dari amal fardhu maka dia telah tertipu”.

Dalam konteks inilah, contoh dan teladan Rasul SAW beserta sahabat penting untuk kita hidupkan. Selain puasa Ramadhan, mereka bertaqarrub dengan melaksanakan fardhu berupa jihad dan perjuangan. Ruh jihad dan perjuangan itulah yang harus kita hidupkan dan realisasikan sekarang ini.

Amal fardhu, amal taqarrub yang paling dicintai Allah itu, tidak terbatas pada ibadah saja, tetapi meliputi semua fardhu (kewajiban) dari Allah baik fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah. Termasuk di dalamnya fardhu menerapkan hukum-hukum Allah SWT untuk mengatur semua aspek kehidupan. Fardhu ini mengharuskan, penentuan halal dan haram dikembalikan kepada syariah, tidak dikembalikan kepada manusia sesuai hawa nafsunya seperti doktrin kedaulatan rakyat dalam demokrasi. Kedaulatan rakyat itu hakikatnya merupakan bentuk kesyirikan menjadi manusia sebagai tuhan-tuhan selain Allah yang diperingatkan oleh al-Quran surat at-Taubah ayat 31. Karena itu, perjuangan mewujudkan fardhu penerapan syariah dan hukum-hukum Islam itu sekaligus akan merealisasi tauhid dan menghilangkan kesyirikan.

Hal itu mengharuskan penerapan syariah oleh penguasa melalui institusi kekuasaan dan negara. Dan ini merupakan salah satu yang difardhukan di dalam Islam. Dalam Islam, mengangkat seorang khalifah atau imam melalui baiat adalah fardhu kifayah. Rasul SAW bersabda:

« مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً »

“Barangsiapa yang mati sedang di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah/Imam), maka matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR Muslim, no 1851).

Adanya seorang khalifah yang dibaiat akan menghindarkan seseorang dari kematian jahiliyah, sebab baiat secara syar’i hanya ditujukan kepada khalifah. Jadi hadits ini menegaskan wajibnya mengangkat seorang khalifah, yakni menegakkan Khilafah Islamiyah. Imam al-Qurthubi ketika menafsirkan QS al-Baqarah: 30 menegaskan bahwa tidak ada perbedaan pendapat di antara umat dan juga tidak ada perbedaan pendapat di antara para imam tentang wajibnya mengangkat imam atau khalifah.

Sebagai sebuah fardhu, mengangkat khalifah yakni menegakkan khilafah yang menerapkan syariah islamiyah jelas termasuk amal taqarrub yang paling disukai Allah. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa taqarrub kepada Allah dalam hal kepemimpinan ini dengan menaati-Nya dan Rasul-Nya merupakan taqarrub yang paling afdhal. (as-Siyâsah asy-Syar’iyyah, hal. 161). Sekaligus hal itu membuatnya sebagai salah satu kewajiban yang paling agung. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah kembali menegaskan, “Wajib diketahui bahwa wilayatu amri an-nas adalah min a’zhamu wajibati ad-din (kewajiban agama yang paling agung), karena agama tidak akan tegak tanpanya.” Imam al-Haytsami menyebutnya: min ahammi al-wajibât (termasuk kewajiban paling penting).

Selain itu, pelaksanaan fardhu ini menjadi kunci sempurnanya pelaksanaan berbagai kewajiban agama lainnya. Juga kunci bisa dicegah dan dihilangkannya berbagai keharaman dan kemaksiatan dari masyarakat. Lebih dari itu, terlaksananya fardhu ini yaitu dibaiatnya seorang khalifah, tegaknya Khilafah, yang menerapkan hukum-hukum Allah akan bisa menghindarkan seorang Muslim dari sifat sebagai orang zalim, orang fasik bahkan orang kafir. Sebab Allah SWT berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ [المائدة: ٤٤] ﴿… فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾ [المائدة: ٤٥] ﴿… فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾ [المائدة: ٤٧

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (TQS al-Maidah [5]: 44) “maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (TQS al-Maidah [5]: 45) “maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (TQS al-Maidah [5]: 47)

Wahai Kaum Muslimin

Dari semua itu, perjuangan dan dakwah untuk menerapkan syariah secara kaffah dengan membaiat seorang khalifah yaitu menegakkan Khilafah Islamiyah termasuk taqarrub paling agung, paling disukai Allah SWT. Karena itu, selain puasa Ramadhan, terlibat aktif dalam perjuangan dan dakwah untuk menerapkan syariah dan menegakkan Khilafah ini pantas menjadi prioritas utama setiap orang dari kita untuk amal taqarrub selama Ramadhan ini. Maka Ramadhan ini hendaknya kita jadikan bulan perjuangan mewujudkan penerapan Syariah dan penegakan Khilafah rasyidah. Mudah-mudahan dengan amal-amal perjuangan dan dakwah kita, Allah memuliakan kita dengan menjadikan Ramadhan sekarang ini menjadi titik tolak kemenangan dengan segera tegaknya Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian, dan kita termasuk orang-orang yang mewujudkan dan menegakkannya. Amin. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.  [Diolah dari Al-Islam edisi 665] 

Posting Komentar untuk "Ramadhan, Bulan Perjuangan & Kemenangan"