Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Ilmu dan Tsaqafah: Manakah yang Kita Pelajari?

Sejak kecil, masa SD atau sebelumnya, kita telah diberi berbagai macam pengetahuan baik oleh orang tua maupun guru-guru kita. Atau bahkan, kegiatan belajar ini terus kita lakukan sampai saat ini. Namun, tahukah kita? Apa yang kita pelajari tersebut termasuk ilmu, tsaqofah ataukah keduanya? Apakah yang kita pelajari tersebut termasuk hal yang diharuskan Islam, dbolehkan atau malah hal yang dilarang? Berikut penulis kutipkan secara ringkas pemaparan tentang ilmu dan tsaqofah agar kita bisa bersikap terhadap hal-hal yang sedang atau akan kita pelajari.
---***---
Ilmu adalah pengetahuan yang diambil melalui cara penelaahan, eksperimen dan kesimpulan. Misalnya ilmu fisika, ilmu kimia dan berbagai ilmu eksperimental lainnya. Sedangkan tsaqafah adalah
pengetahuan yang diambil melalui berita-berita, talaqqiy (pertemuan secara langsung) dan istinbath (penggalian/penarikan kesimpulan). Misalnya sejarah, bahasa, fiqih, filsafat dan seluruh pengetahuan non eksperimental lainnya.

Ada juga pengetahuan-pengetahuan yang non eksperimental yang dimasukkan dengan ilmu, sekalipun pengetahuan-pengetahuan tersebut termasuk dalam tsaqafah. Misalnya matematika, tehnik dan industri. Pengetahuan-pengetahuan ini kendati tergolong tsaqafah akan tetapi dapat dianggap sebagai ilmu dari segi keberadaannya yang bersifat umum (universal) untuk seluruh manusia, bukan khusus untuk satu umat saja. Demikian juga yang menyerupai industri tetapi tergolong dalam tsaqafah, yaitu yang berhubungan dengan al-hiraf (kerajinan/ketrampilan), seperti perdagangan dan pelayaran. Ini juga dianggap sebagai ilmu dan sifatnya umum. Adapun kesenian, seperti lukisan, pahat dan musik, termasuk ke dalam tsaqafah karena mengikuti persepsi (cara pandang) tertentu, dan ia merupakan tsaqafah yang bersifat khusus. 

Perbedaan antara tsaqafah dan ilmu adalah, bahwa ilmu bersifat universal untuk seluruh umat, tidak dikhususkan kepada satu umat saja lalu umat lain tidak berhak; sedangkan tsaqafah sifatnya khusus dan dinisbahkan kepada umat yang memunculkannya, yang memiliki ciri khas dan berbeda dengan yang lain. Misalnya, sastra, sejarah para pahlawan, dan filsafat tentang kehidupan. Kadangkala tsaqafah bersifat umum, seperti perdagangan, pelayaran, dan yang semisalnya. Karena itu ilmu diambil secara universal. Artinya diambil dari umat mana saja, karena ilmu bersifat universal tidak dikhususkan untuk satu umat saja. Sedangkan tsaqafah, maka umat harus mulai (mempelajari) tsaqafahnya sendiri dan jika telah dipelajari, difahami dan telah mengakar dalam benaknya, barulah dia (boleh) mempelajari tsaqafah-tsaqafah lainnya.[1]

---***---

Sebagai Muslim, sudah seharusnya kita menyibukkan diri dengan mempelajari tsaqofah Islam [2], seperti: tauhid, tafsir, hadits, fiqih, ushul fiqh, nahwu, sharaf, dan lain-lain. Menurut Syaikh Taqiyyudin an-Nabhani, tsaqafah selain Islam tidak boleh diambil kecuali setelah merasa (memperoleh jaminan) aman terhadap penguasaan dan kokohnya tsaqafah Islam dalam sanubari. Hal semacam ini tidak disyaratkan dalam pengambilan ilmu pengetahuan. Sebab, ilmu pengetahuan tidak ada hubungannya dengan syakhshiyah Islam, lagi pula ilmu pengetahuan bersifat universal. Sangat penting bagi kaum Muslim untuk selalu membiasakan mengambil ilmu pengetahuan segenap tenaga mereka, karena ia merupakan sarana kehidupan. Meskipun demikian perlu diperhatikan dalam hal (pengajaran) ilmu pengetahuan agar hasilnya sesuai dengan persepsi Islam, yaitu sebagai penguat akidah, bukan malah menggoyahkan akidah. Apabila teori-teori ilmiah atau postulat-postulat ilmu bertolak belakang dengan nash al-Quran yang qath’i dilalah dan qath’i tsubut, maka tidak boleh diambil dan tidak boleh dijadikan sebagai salah satu materi pengajaran, karena bersifat dzanni sedangkan al-Quran bersifat qath’i. Contohnya, teori Darwin mengenai asal usul manusia yang bertolak belakang dengan nash al-Quran mengenai penciptaan Adam. Teori ini ditolak karena bertentangan dengan nash al-Quran. Sekalipun Islam tidak dijadikan sebagai asas dalam memperoleh ilmu pengetahuan, akan tetapi harus diperhatikan bahwa ilmu pengetahuan tersebut tidak bertentangan dengan akidah Islam. [3]

Oleh karena itu, seorang Muslim harus berhati-hati ketika mempelajari tsaqofah asing. Misal dalam bidang ekonomi, psikologi, hukum, sosial, politik, tata negara, seni, filsafat, dan lain-lain. Tsaqafah asing dipelajari bukan untuk diterapkan dalam kehidupan, tetapi untuk dikritik dan dijelaskan kesalahannya agar umat tidak terjerumus ke dalamnya. Bukankah Islam adalah sistem yang sempurna, menyeluruh, dan satu-satunya diin yang diridhai-Nya? Masihkah kita mencari yang lain?

Yuk, pelajari tsaqafah Islam....

footnote:
[1] Dikutip dari Kitab Syakhshiyah Islamiyyah Juz I (terj) karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, hal 383. Kitab tersebut bisa diunduh di sini
[2] Tsaqafah Islam diartikan sebagai pengetahuan-pengetahuan yang menjadikan aqidah Islam sebagai sebab dalam pembahasannya (Syakhshiyah Islamiyyah Juz I (terj), hal 386)
[3] Syakhshiyah Islamiyyah Juz I (terj), hal 393-394

Posting Komentar untuk "Ilmu dan Tsaqafah: Manakah yang Kita Pelajari?"